Prostitusi online mendadak terkuak dan menghebohkan publik pasca terbunuhnya seorang wanita muda yang menjajakan dirinya secara terbuka lewat Twitter. Masyarakat akhirnya beramai-ramai membicarakannya seolah ini sebuah fenomena baru. Padahal, sejak adanya internet, industri yang konon usianya hampir menyamai peradaban manusia di bumi ini sudah menggeliat, (apalagi jaman penjajahan). Jadi sebenarnya prostitusi online selama ini sudah menjadi rahasia umum. Belum tersentuh hukum. Semua orang sudah tahu tapi bungkam. Mereka, saya dan kita semua lebih memilih jalan aman yakni menjadi penonton (menonton = membiarkan) prostitusi online ini berkembang.
Yang terbongkar belakangan ini kebetulan dari Twitter, namun sebenarnya di media-media lain selain sosmed seperti forum dan milis maupun situs web (bukan web film porno) yang bisa diakses siapa saja, jika kita perhatikan dengan jeli, banyak penjaja seks bercokol di sana. Mereka, para pekerja seks komersial menjelajahi hampir setiap sudut dunia maya guna menjaring pelanggan. Tempat mereka tidak lagi di ujung-ujung gang yang gelap, atau di seputar terminal-terminal. Dunia sudah sangat maju. Merekapun harus begitu, harus mengikuti perkembangan.
Metode para penjaja seks online dalam menjaring mangsa ada bermacam-macam. Contoh sederhana yang saat ini tengah marak terjadi baik di Facebook, Twiiter, bahkan lewat SMS adalah ajakan untuk invite PIN BBM beserta foto seorang wanita cantik aduhai seksi menawan yang jika kita ikuti ajakannya, ujung-ujungnya malah mereka jualan diri. Percaya atau tidak, cara seperti ini masih sering beredar di sosial media Facebook. Media sosial punya keunggulan tersendiri dibanding media-media sebelumnya dalam menjaring pelanggan.
Bisnis semacam ini rasanya sulit sekali diberangus. Karena selama masih adanya permintaan, pelaku pasar gelap selalu mempunyai jalan untuk memasoknya. Selama pasar gelapnya masih ada di dunia nyata, siapa pun tidak akan pernah memberangusnya. Coba perhatikan timeline twitter. Hal-hal yang tabu dan terlarang dalam kehidupan sehari-hari, seperti prostitusi, mulai dari tawar menawar harga, janjian sampai tempat yang bakal dipakai untuk buang hajat dibahas secara vulgar di sana. Maka tidak mengherankan jika kemudian bukan hanya para sindikat pemasok wanita penjaja seks yang membuka lapak di media sosial, tapi ada juga perorangan yang menjajakan dirinya sendiri.
Media sosial memiliki peranan yang penting dalam perkembangan bisnis ini. Efek viralnya jauh lebih hebat dan dahsyat. Akun-akun penyaji layanan seks via online ini memiliki ratusan bahkan ribuan follower dan likes. Penyebarannya pun begitu mudah, tinggal share atau retweet, menyebarlah informasi esek-esek ini ke pengguna-pengguna lainnya yang jika tertarik, kemudian men-follow atau melike dan sesekali menyebarkannya. Begitu seterusnya.. begitu seterusnya....
Lalu bagaimana cara memberangus prostitusi online ini?
Akh.. Seperti yang sudah saya corat coret di atas, “selama masih adanya permintaan, pelaku pasar gelap selalu mempunyai jalan untuk memasoknya dan selama pasar gelapnya masih ada di dunia nyata, siapa pun tidak akan pernah memberangusnya”. Yah tidak akan bisa. Bisa saja situs-situs prostitusi diblokir pemerintah, tapi apakah pemerintah juga mampu memblokir akun-akun prostitusi yang jumlahanya demikian banyaknya secara satu persatu? Tidak bisa. Kuncinya ada di pengguna medsos itu sendiri. Hanya merekalah yang bisa mengatur secara sosial kehidupannya.
Meskipun memberangus prostitusi online ini sulit, namun sebenarnya ada cara sederhana yang bisa kita lakukan guna membatasi penyebaran bisnis ini. Nah khusus pengguna medsos yang peduli dan prihatin dengan fenomena prostitusi online ini, ada beberapa cara mudah yang bisa kita terapkan.
Pertama. Pikir-pikirlah dulu sebwlum menyebarkan konten berbau pornografi meski konten tersebut lucu. Siapa tahu konten tersebut dibuat oleh akun-akun penjaja prostitusi online. Jangan asal retweet atau share.
Kedua. Tombol “report for spam”. Tombol manfaatnya luar biasa dalam meredam beredarnya sesuatu yang tidak baik. Hampir semua medsos, termasuk YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, melarang konten pornografi. Karena itu rata-rata mereka memiliki tombol yang saya sebutkan di atas. Tombol “report” ini bisa kita manfaatkan untuk melaporkan akun-akun yang dianggap melanggar aturan. Jika benar apa yang kita laporkan, biasanya akun tersebut akan segera ditutup.
Ketiga. Melek Media Sosial. Banyak pengguna yang belum paham bahwa media sosial itu ruang publik, bukan sebaliknya ruang privat. Segala macam konten dibaca publik dan berpotensi menyebar ke mana-mana dan tidak mustahil akan terbaca oleh sanak famili dan kerabat sang pembuat konten. Jadi dengan melek media sosial, mereka, pelaku yang menjual dirinya akan malu memanfaatkan media sosial untuk jual-beli prostitusi.
Keempat. Pendidikan seks. Yah inti dari pendidikan seks adalah sebuah jalan panjang agar tidak terjebak dalam dunia prostitusi, baik sebagai penyedia maupun pengguna.
Kelima. Masih dibawah 13 tahun? Anda untuk sementara waktu dilarang bersosial media. Hampir Semua medsos melarang siapa pun yang usianya kurang dari 13 tahun untuk membuat akun media sosial. Tapi tidak untuk Indonesia kayaknya. Anak-anak SD maupun SMP sudah banyak bersosmed ria. Padahal konten dewasa begitu banyak tersebar di media sosial. Sayangnya banyak orang tua yang belum melek media sosial. Mereka bahkan sampai membuatkan akun untuk anaknya di Facebook dengan menipu umur.
Akh Sialan Memang...
Sumber http://teknologi.kompasiana.com/internet/2015/04/20/mungkinkah-prostitusi-online-diberangus-719422.html
Tataa Chubby, Wanita Muda Yang Terbunuh, Rest In Peace ya Mbak.. |
Metode para penjaja seks online dalam menjaring mangsa ada bermacam-macam. Contoh sederhana yang saat ini tengah marak terjadi baik di Facebook, Twiiter, bahkan lewat SMS adalah ajakan untuk invite PIN BBM beserta foto seorang wanita cantik aduhai seksi menawan yang jika kita ikuti ajakannya, ujung-ujungnya malah mereka jualan diri. Percaya atau tidak, cara seperti ini masih sering beredar di sosial media Facebook. Media sosial punya keunggulan tersendiri dibanding media-media sebelumnya dalam menjaring pelanggan.
Bisnis semacam ini rasanya sulit sekali diberangus. Karena selama masih adanya permintaan, pelaku pasar gelap selalu mempunyai jalan untuk memasoknya. Selama pasar gelapnya masih ada di dunia nyata, siapa pun tidak akan pernah memberangusnya. Coba perhatikan timeline twitter. Hal-hal yang tabu dan terlarang dalam kehidupan sehari-hari, seperti prostitusi, mulai dari tawar menawar harga, janjian sampai tempat yang bakal dipakai untuk buang hajat dibahas secara vulgar di sana. Maka tidak mengherankan jika kemudian bukan hanya para sindikat pemasok wanita penjaja seks yang membuka lapak di media sosial, tapi ada juga perorangan yang menjajakan dirinya sendiri.
Media sosial memiliki peranan yang penting dalam perkembangan bisnis ini. Efek viralnya jauh lebih hebat dan dahsyat. Akun-akun penyaji layanan seks via online ini memiliki ratusan bahkan ribuan follower dan likes. Penyebarannya pun begitu mudah, tinggal share atau retweet, menyebarlah informasi esek-esek ini ke pengguna-pengguna lainnya yang jika tertarik, kemudian men-follow atau melike dan sesekali menyebarkannya. Begitu seterusnya.. begitu seterusnya....
Lalu bagaimana cara memberangus prostitusi online ini?
Akh.. Seperti yang sudah saya corat coret di atas, “selama masih adanya permintaan, pelaku pasar gelap selalu mempunyai jalan untuk memasoknya dan selama pasar gelapnya masih ada di dunia nyata, siapa pun tidak akan pernah memberangusnya”. Yah tidak akan bisa. Bisa saja situs-situs prostitusi diblokir pemerintah, tapi apakah pemerintah juga mampu memblokir akun-akun prostitusi yang jumlahanya demikian banyaknya secara satu persatu? Tidak bisa. Kuncinya ada di pengguna medsos itu sendiri. Hanya merekalah yang bisa mengatur secara sosial kehidupannya.
Meskipun memberangus prostitusi online ini sulit, namun sebenarnya ada cara sederhana yang bisa kita lakukan guna membatasi penyebaran bisnis ini. Nah khusus pengguna medsos yang peduli dan prihatin dengan fenomena prostitusi online ini, ada beberapa cara mudah yang bisa kita terapkan.
Pertama. Pikir-pikirlah dulu sebwlum menyebarkan konten berbau pornografi meski konten tersebut lucu. Siapa tahu konten tersebut dibuat oleh akun-akun penjaja prostitusi online. Jangan asal retweet atau share.
Kedua. Tombol “report for spam”. Tombol manfaatnya luar biasa dalam meredam beredarnya sesuatu yang tidak baik. Hampir semua medsos, termasuk YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, melarang konten pornografi. Karena itu rata-rata mereka memiliki tombol yang saya sebutkan di atas. Tombol “report” ini bisa kita manfaatkan untuk melaporkan akun-akun yang dianggap melanggar aturan. Jika benar apa yang kita laporkan, biasanya akun tersebut akan segera ditutup.
Ketiga. Melek Media Sosial. Banyak pengguna yang belum paham bahwa media sosial itu ruang publik, bukan sebaliknya ruang privat. Segala macam konten dibaca publik dan berpotensi menyebar ke mana-mana dan tidak mustahil akan terbaca oleh sanak famili dan kerabat sang pembuat konten. Jadi dengan melek media sosial, mereka, pelaku yang menjual dirinya akan malu memanfaatkan media sosial untuk jual-beli prostitusi.
Keempat. Pendidikan seks. Yah inti dari pendidikan seks adalah sebuah jalan panjang agar tidak terjebak dalam dunia prostitusi, baik sebagai penyedia maupun pengguna.
Kelima. Masih dibawah 13 tahun? Anda untuk sementara waktu dilarang bersosial media. Hampir Semua medsos melarang siapa pun yang usianya kurang dari 13 tahun untuk membuat akun media sosial. Tapi tidak untuk Indonesia kayaknya. Anak-anak SD maupun SMP sudah banyak bersosmed ria. Padahal konten dewasa begitu banyak tersebar di media sosial. Sayangnya banyak orang tua yang belum melek media sosial. Mereka bahkan sampai membuatkan akun untuk anaknya di Facebook dengan menipu umur.
Akh Sialan Memang...
Sumber http://teknologi.kompasiana.com/internet/2015/04/20/mungkinkah-prostitusi-online-diberangus-719422.html