Penusukan Wiranto dan Hilangnya Empati - Kita semua tentu sudah tahu peristiwa yang terjadi kemarin, 10 Oktober 2019. Peristiwa yang semakin membuka mata kita semua tentang kemungkinan bahaya terorisme. Bahaya radikalisme dan bisa saja bahaya kekalahan capres idola. Kemungkinan-kemungkinan ini barangkali menjadi motif penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto dan beberapa korban luka-luka lainnya di Pandeglang, Banten
Publik dunia maya sontak hiruk pikuk membahas peristiwa yang sangat tidak manusiawi ini. Berbagai respon mengalir deras di media sosial. Ada yang geram, marah, sedih namun tidak sedikit yang merespon kejadian ini dengan kecurigaan adanya settingan dan bahkan ada yang meresponnya dengan nyinyir.
Sebut saja Hanum Rais anak dari seorang politikus Amin Rais yang merespon peristiwa penusukan Wiranto ini dengan kecurigaan bahkan tuduhan. Mungkin saja pilihan politik Hanum dan Ayahnya Amin Rais tidak sejalan dengan Jenderal (Purn) Wiranto, namun melecehkan korban penusukan sekaligus menuduh korban penusukkan sebagai aktor di balik peristiwa penusukkan (settingan) adalah sebuah sikap dan sifat yang sangat jauh dari yang namanya empati.
Empati adalah perasaan ikut merasakan sesuatu yang dirasakan orang lain. Terkait peristiwa penusukan Wiranto, jika memiliki empati, Hanum Rais bisa saja menuliskan rasa duka, mengutuk pelaku penusukan dan hal-hal sejenis lainnnya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hanum Rais menuduh peristiwa ini settingan agar dana deradikalisasi terus mengucur.
Apakah seorang manusia yang punya hati nurani, beragama, punya moral, terpelajar, seorang dokter gigi dan juga seorang publik figur pantas menuliskan respon seperti ini terkait peristiwa penusukan Wiranto?
Lain Hanum Rais, Lain Pula Leni Aruzika.
Leni yang diketahui sebagai isteri seorang perwira TNI malah merespon peristiwa penusukan Wiranto dengan nyinyiran. Lihat saja cuitannya di bawah ini. Di mana hati nurani dan empati si Mbok ini?
Selain respon dari orang-orang yang kehilangan empati di atas, peristiwa penusukan Wiranto ini juga melahirkan Hoax yang berhamburan di media sosial. Salah satunya yang terviral adalah hasil tangkapan layar berita dari situs berita mainstrem viva.co.id yang menyatakan kalau peristiwa penusukan ini sudah diketahui sendiri oleh Wiranto. Maka dari itu banyak yang terhipnotis lalu percaya kalau peristiwa ini adalah settingan.
Namun, setelah ada klarifikasi resmi dari Viva, ternyata hasil tangkapan itu sudah melalui proses editing. Dalam dunia web, pengeditan seperti ini biasa dinamakan Inspect Element. Bisa teman-teman buktikan di link klarifikasi ini.
Nah, dari viralnya beberapa respon dari orang-orang di atas, saya bisa mengambil kesimpulan kalau manusia-manusia saat ini terutama yang berbeda arah politiknya jarang yang memiliki empati. Individualisme dan kepentingan golongan begitu diagungkan sehingga rasa kemanusiaan yang semestinya dimiliki oleh setiap makhluk hidup bernama MANUSIA sudah tidak ada lagi.
Publik dunia maya sontak hiruk pikuk membahas peristiwa yang sangat tidak manusiawi ini. Berbagai respon mengalir deras di media sosial. Ada yang geram, marah, sedih namun tidak sedikit yang merespon kejadian ini dengan kecurigaan adanya settingan dan bahkan ada yang meresponnya dengan nyinyir.
Sebut saja Hanum Rais anak dari seorang politikus Amin Rais yang merespon peristiwa penusukan Wiranto ini dengan kecurigaan bahkan tuduhan. Mungkin saja pilihan politik Hanum dan Ayahnya Amin Rais tidak sejalan dengan Jenderal (Purn) Wiranto, namun melecehkan korban penusukan sekaligus menuduh korban penusukkan sebagai aktor di balik peristiwa penusukkan (settingan) adalah sebuah sikap dan sifat yang sangat jauh dari yang namanya empati.
Cuitan Hanum Rais Terkait Penusukan Wiranto |
Apakah seorang manusia yang punya hati nurani, beragama, punya moral, terpelajar, seorang dokter gigi dan juga seorang publik figur pantas menuliskan respon seperti ini terkait peristiwa penusukan Wiranto?
Lain Hanum Rais, Lain Pula Leni Aruzika.
Leni yang diketahui sebagai isteri seorang perwira TNI malah merespon peristiwa penusukan Wiranto dengan nyinyiran. Lihat saja cuitannya di bawah ini. Di mana hati nurani dan empati si Mbok ini?
Nynyiran Leni Aruzika |
Namun, setelah ada klarifikasi resmi dari Viva, ternyata hasil tangkapan itu sudah melalui proses editing. Dalam dunia web, pengeditan seperti ini biasa dinamakan Inspect Element. Bisa teman-teman buktikan di link klarifikasi ini.
Nah, dari viralnya beberapa respon dari orang-orang di atas, saya bisa mengambil kesimpulan kalau manusia-manusia saat ini terutama yang berbeda arah politiknya jarang yang memiliki empati. Individualisme dan kepentingan golongan begitu diagungkan sehingga rasa kemanusiaan yang semestinya dimiliki oleh setiap makhluk hidup bernama MANUSIA sudah tidak ada lagi.
Kalau saya hanya menyaksikan atau melihat koment-koment dengan mengelus dada. Eits, jangan salah, dada saya sendiri ya.